Asuhan Keperawatan (askep) merupakan aspek legal bagi seorang perawat walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai rumah sakit berbeda-beda.
PILIHAN TEPAT MENCARI ASUHAN KEPERAWATAN DI ILMUKEPERAWATAN.COM
TERDAPAT 388 ASKEP SIAP DOWNLOAD SIAP DIGUNAKAN
Perawat sebagai seorang anggota tim kesehatan, dalam memberikan askep (asuhan keperawatan) terhadap klien haruslah dapat memberikan informasi tentang klien yang dirawatnya secara akurat dan komplit dan dalam waktu dan cara yang memungkinkan. Seorang klien tergantung pada pemberi perawatan untuk mengkomunikasikan kepada yang lainnya untuk memastikan mutu terbaik dari perawatan.
Pendokumentasian sangat penting dalam perawatan kesehatan saat ini. Edelstein (1990) mendefinisikan dokumentasi sebagai segala sesuatu yang ditulis atau dicetak yang dipercaya sebagai data untuk disahkan orang. Rekam medis haruslah menggambarkan secara komprehensif dari status kesehatan dan kebutuhan klien, boleh dikatakan seluruh tindakan yang diberikan untuk perawatan klien. Pendokumentasian yang baik harus menggambarkan tidak hanya kualitas dari perawatan tetapi juga data dari setiap pertanggung jawaban anggota tim kesehatan lain dalam pemberian perawatan.
Dokumentasi keperawatan adalah informasi tertulis tentang status dan perkembangan kondisi kesehatan pasien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Fischbach, 1991)
Beberapa jenis catatan digunakan sebagai alat komunikasi untuk menginformasikan keadaan klien. Meskipun setiap perusahaan menggunakan format yang berbeda, seluruh catatan mengandung informasi yang mendasar, yaitu :
1. Identifikasi klien dan data demografis
2. Informed Consent untuk tindakan
3. Riwayat keperawatan
4. Diagnosa atau masalah keperawatan
5. Rencana keperawatan (Nursing Care Plan)
6. Catatan tindakan keperawatan dan evaluasi
7. Riwayat medis
8. Diagnosa medis
9. Pesanan terapi
10. Catatan perkembangan medis dan kesehatan
11. Laporan pengkajian fisik
12. Laporan diagnostik studi
13. Rangkuman prosedur operasi
14. Rencana pulang dan rangkuman
Di Indonesia tenaga keperawatan merupakan tenaga kesehatan yang cukup besar jumlahnya dan memiliki tugas dan intensitas waktu kontak dengan pasien yang relatif banyak dibandingkan tim kesehatan lain, serta melaksanakan dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab berdasarkan kompetensi pendidikan yang didapatkan. Kompetensi dan kewenangan tersebut menunjukkan kemampuan yang profesional yang merupakan standar profesi tenaga kesehatan sehingga mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi kondisi pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat dan tim kesehatan lain
Dalam era modern seperti sekarang ini tuntutan profesionalisme semakin menguat, demikian juga terhadap keperawatan dengan kondisi klien dan keluarga yang semakin kritis terhadap upaya pelayanan kesehatan terutama bidang keperawatan.
Perawat sebagai garda terdepan dari pelayanan kesehatan dan sebagai mitra dokter (bukan sebagai pembantu dokter) sudah seharusnya mampu untuk memberikan pelayan kesehatan secara maksimal dengan didukung dengan ilmu pengetahuan kesehatan terutama ilmu keperawatan
Pada kesempatan ini ilmukeperawatan.com hadir dengan memberikan sedikit dari begitu banyaknya ilmu keperawatan
ilmukeperawatan.com mencoba hadir dengan ilmu keperawatan walaupun tidak dapat menghadirkan semua ilmu tentang perawatan klien dari berbagai jenis klasifikasi mulai dari klasifikasi penyakit dalam, bedah, anak, kebidanan, gawat darurat, tht, mata, saraf, yang diulas dengan gamblang tentang bagaiman perawatan klien yang meliputi tinjauan teori definisi, penyebab, tanda dan gejala, patifisiologi, pathways, komplikasi, pemeriksaan fisik, penatalaksanaan medis, penatalaksanaan keperawatan : pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan dari berbagai literatur.
Apasaja yang ada di ilmukeperawatan.com dapat dilihat pada menu disamping, materi juga dapat didownload sebagai bacaan atau sebagai panduan dalam keperawatan.
Sifilis adalah penyakit infeksi oleh treponema pallidum dengan perjalanan penyakit yang kronis, adanya remisi dan eksasarbasi, dapat menyerang semua organ dalam tubuh terutama sistem kardiovaskuler, otak dan susunan saraf, srta dapat terjadi sifilis kongenital.
II. KALSIFIKASI
1. Menurut WHO
a. Sifilis Dini
Dapat menularkan penyakit karena terdapat treponema pallidum pada lesi kulitnya.
b. Sifilis Lanjut
Tidak menular karena Treponema pallidum tidak ada.
2. Secara Klinis
a. Sifilis Kongenital
Penularan intrauterin setelah pembentukan plasenta (bulan ke V kehamilan) tidak berakibat keguguran awal / prematur, tetai dapat menyebabkan bayi lahir mati.
b. Sifilis Akuisita
Penularan dengan senggama, melalui luka mikroskopik, karena kuman tidak menembus kulit / mukosa –setelah masuk jaringan, segera melakukan pembiakan dan masuk saluran limfatik sehingga dalam 24 jam sudah didapati dalam kelenjar limfatik regional.
Stadium I
Terjadi 7 hari sampai 3 bulan setelah invasi kuman, berupa nodulsoliter pada penis, vulva, serviks atau ekstragenital, yang kemudian membentuk ulkus durum dengan tepi meninggi dan tidak dirasa nyeri.
Stadium II
Terjadi 2 sampai 12 minggu setelah ulkus durum, sebagai lesi mukokutan yang menyeluruh tubuh disertai limfa denopati generalisata, demam, rasa lesu dan sekita kepala.
Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3 – 7 tahun setelah infeksi.
c. Sifilis Kardiovaskuler
Biasanya disebabkan oleh nekrosis aorta yang berlanjut ke arah katup. Tanda-tanda sifiliis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau aneurisma berbentuk kantong pada arota torakal.
Umumnya bermanifestasi 10 – 20 tahun setelah interaksi, seumlah 10 % pasien sifilis akan mengalami fase ini. Pria dan orang denga kulit warna lebih banyak terkena, jantung pembuluh darah, yang terkena terutama yang besar. Kematian pada sifilis terjadi akibat kelainan sistem ini.
d. Neurosifilis
Umumnya bermanifestasi dalam 10 – 20 tahun setelah terinfeksi. Kelainan ini lebih banyak didapat pada orang kulit putih. Neurosifilis dibagi menjadi :
1. Neurosifilis Asimtomatik
Pemeriksaan serologi reaktif tidak ada tanda dan gejala kerusakan susunan saraf pusat. Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukkan kenaikan sel, protein total, dan tes serologi reaktif.
2. Neurosifilis Meningovaskuler
Terdapat tanda dan gejala kerusakan susunan saraf pusat, berupa kerusakan pembuluh darah serebrum, infark dan ensefalomalasia dengan tanda-tanda adanya fokus neurologis sesuai dengan ukuran dan lokasi lesi. Pemeriksaan sumsum tulang beakang menunjukkan kenaikan sel, protein total, dan tes serologi reaktif.
3. Neurosifilis Parenkimatosa, yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis.
Paresis :
Tanda dan gejala paresis sangat banyak dan selalu menunjukkan penyebaran kerusakan parenkimatosa perubahan sifat diri dapat terjadi, mulai dari yang ringan hingga psikotik. Terdapat tanda-tanda fokus neurologis. Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukkan kenaikan sel, protein total, dan tes serologi reaktif
Tabes dorsalis :
Tanda dan gejala pertama tabes dorsalis akibat degenerasi kolumna posterior adalah parestesia, ataksia, arefleksia, gangguan kandungan kemih impotensi, dan perasaan nyeri seperti dipotong-potong, pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang abnormal pada hampir semua penderita dan pemeriksaan serologis sebagian menunjukkan reaktif.
III. ETIOLOGI
Treponema pallidum yang termasuk ordex sirochaetaeas, familli Treponematoceae.
IV. PATOFISIOLOGI
Treponema
Selaput lendir yang utuh / kulit dengan lesi.
Peredaran darah / semua organ tubuh
Masa inkubasi ( ± 3 minggu)
Makula
Papula
Ulkus yang berisi jaringan nekrotik.
Sifilis
V. DIAGNOSIS TEST
Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus di konfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium berupa :
1. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field).
2. Mikroskop fluoresensi.
3. Penentuan antibodi di dalam serum.
Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi non spesifik,akan tetapi dapat menunjukkan reaksi ddengan IgM da juga IgG, ialah :
a. Tes yang menentukan antibodi non spesifik.
- Tes Wasserman.
- Tes Khan
- Tes VDRL ( Venereal Diseases Research Laboratory).
- Tes RPR (Rapid Plasma Reagin).
- Tes Automated Reagin.
b. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF (Reiter Protein Complement Fixation)
Hipertiriodisme adalah tiroksikosis sebagai akibat produksi tiroid itu sendiri.
2. ETIOLOGI
- Primer :
· Goiter diffus toksik (penyakit grave)
· Adenoma
· Goiter multi nodular toksik
· Tiroksikosis
· Kanker tiroid
- Sekunder / tersier :
· Hiperfungsi hipofise / hipotalamus
· Beberapa tumor ovarium
· Penggunaan tiroid berlebihan
3. PATOFISIOLOGI
Penyebab hipertiroidisme antara lain adalah goiter nodular toksik, adenoma toksik (jinak), karsinoma tiroid, tiroiditis sub akut dan kronis dan ingesti TH. Patofis dibalik manifestasi penyakit hipertiroid dapat dibagi menjadi 2 kategori : (1) yang sekunder akibat rangsangan berlebihan sistem saraf adrenergik (2) yang merupakan akibat tingginya kadar TH yang bersikulasi. Akibatnya dari hipertiroid antara lain takikardia, peningkatan curah jantung.
4. MANIFESTASI KLINIS
· Penurunan BB, lemah, diare
· Status mental : ansietas, kurang berkonsentrasi, gelisah, emosi
· Sistem saraf : tremor, peningkatan reflek tendon, penurunan koordinasi
· Sistem kardiovaskuler : takikardia, peningkatan tekanan darah, angina, aritmia, gagal jantung
· Perubahan otot dan tulang : kelemahan otot, atropi, osteoporosis
· Perubahan kulit : hangat, lembab, intoleransi terhadap panas, keringat berlebihan
· Perubahan seksual : amenore, penurunan libido
· Pembesaran tiroid
5. DIAGNOSTIK TEST
a. Test kadar serum T4 : Mengukur tiroksin sirkulasi yang bebas dan terikat ; normalnya 3 – 7 mg / 100 ml
b. Test kadar serum T3 : Mengukur T3 terikat; normal 100 – 170 ug / 100 ml
c. Test T3 Resin Uptake (T3U) : Mengukur perubahan kadar tiroid binding protein; normal 25% - 30% - T3 Radioaktif berikatan dengan Resin
d. Test TSH Radiomunoassay : membantu membedakan hipertiriodisme primer dan sekunder
e. Scan tiroid : mengetahui ukuran, bentuk dan fungsi anatomi kelenjar dan area
f. BMR : untuk mengevaluasi terapi, normal – 15% - + 15% pada pasien hipertiroidisme > + 15%, < - 15%
6. PENATALAKSANAAN
· Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antitiroid seperti propiltiourasil atau metimazol, yang diberikan paling sedikit selama 1 tahun. Obat ini menghambat sintesis dan pelepasan tiroksin
· Pembedahan tiroidektomi subtotal sesudah terapi propiltiourasil pra bedah
· Pengobatan dengan yodium radioaktif
7. KOMPLIKASI
Kerusakan saraf laringeal, edema atau spasme pita suara, dan tetani
ASKEP PADA HIPERTIROIDISME
I. Pengkajian
a. Umur, nama, jenis kelamin, tempat tinggal
b. Keluhan utama : biasanya px mengeluh seperti BB turun meskipun nafsu makan meningkat, diare, tidak tahan terhadap panas, berkeringat banyak, palpitasi, nyeri dada.
c. Riwayat penyakit sekarang
P : tanyakan penyebab utama ? biasanya penyebab utama antara lain infeki kelenjar tiroid atau pengobatan
Q : px biasanya lemah, resi nyeri di mata
R : rasa sakit pada daerah orbita, thorak dan nafsu makan menurun
S : biasanya aktifitas px terganggu sehubungan dengan K/u yang lemah
T : waktu serangan
d. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya px pernah mendapat pengobatan dengan hormon tiroid yang berlebihan
e. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan apakah keluarga px pernah mengalami penyakit yang sama, atau penyakit lainnya seperti DM, HT, dll.
f. Riwayat psikososial dan spiritual
- Psikologi px sangat gelisah, emosilabil, nervous/gugup
- Spiritual : biasanya px akan terganggu ibadahnya
II. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : lemah
TD : tekanan darah biasanya meningkat
BB : pada px hipertiriodisme biasanya terjadi BB yang turun
N : meningkat
2. Pengkajian Persistem
a. Sistem integumen
b. Sistem pencernaan
c. Sistem mukuluskeletal
d. Sistem pernapasan
e. Sistem kardiovaskular
f. Metabolik
g. Sistem neurologi
h. Sistem reproduksi
i. Psikologi / emosi
III. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung yang b/d penurunan waktu pengisian diastolik sebagai akibat peningkatan frekuensi jantung
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang b/d efek hiperkatabolisme
3. Perubahan persepsi sensoris (penglihatan) yang b/d gangguan perpindahan impuls sensoris akibat ofthalmopati
IV. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Dx : Penurunan curah jantung yang b/d menurunnya waktu pengisian diastolik sebagai akibat dari peningkatan frekuensi jantung
Tujuan :
Fungsi kardiovaskular kembali normal
Intervensi keperawatan :
1. Observasi setiap 4 jam TTV
R/ : untuk mengetahui keadaan px
2. Anjurkan px untuk istirahat
R/ : dengan istirahat dapat memulihkan keadaan px
3. Kolaborasi dengan tim medis
R/ : dengan pemberian terapi dapat mempercepat penyembuhan px
2. Dx : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang b/d efek hiperkatabolisme
Tujuan :
Setelah perawatan di rumah sakit, kx akan mempertahankan status nutrisi yang optimal.
Intervensi keperawatan :
1. Berikan makanan sedikit tapi sering
R/ : memenuhi kebutuhan nutrisi px
2. Timbang BB secara teratur setiap 2 hari sekali
R/ : untuk mengetahui perkembangan px
3. Kolaborasi dengan gizi
R/ : dengan terapi dapat mempercepat penyembuhan px
3. Dx : Gangguan persepsi sensoris (penglihatan) yang b/d gangguan transmisi impus sensori sebagai akibat oftalmopati
Tujuan :
Kx tidak mengalami penurunan visus yang lebih buruk dan tidak terjadi trauma/cedera pada mata.
Intervensi keperawatan :
1. Anjurkan pada kx bila tidur dengan posisi elevasi kepala
R/ :
2. Basahi mata dengan borwater steril
R/ : mencegah terjadinya infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Sulvia A. Price & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 1995. EGC : Jakarta.
Rumahorbo Hotma, SKp. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. 1997. EGC : Jakarta.
Barbara C. Long. Perawatan Medikal Bedah. 1996. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan : Bandung.